Selasa, 08 Oktober 2024, di sebuah lapangan luas yang terletak di belakang Perumahan Pemda, ribuan warga dari tujuh suku besar Kabupaten Mimika berkumpul untuk menyaksikan momen yang sarat dengan tradisi dan makna mendalam. Hari itu, suasana haru dan persatuan kental mewarnai upacara adat bakar batu, sebuah ritual yang telah menjadi simbol kebersamaan dan kekuatan masyarakat Papua sejak zaman nenek moyang. Kali ini, upacara tersebut diadakan untuk mendukung penuh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Maximus Tipagau dan Peggi Patrisia Pattipi.
Di bawah langit cerah yang seolah merestui, masyarakat dari tujuh suku — Moni, Amungme, Damal, Dani, Mee, Kamoro, dan Nduga — datang dari berbagai pelosok Mimika untuk bersatu dalam satu tujuan. Mereka hadir dengan semangat kekeluargaan, memperkuat ikatan antar-suku yang selama ini menjadi fondasi kuat di tanah Papua. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan, semua tampak larut dalam persiapan acara yang dipimpin oleh Suku Moni, yang bertindak sebagai tuan rumah.
Upacara dimulai dengan pengaturan batu-batu besar yang akan dipanaskan dengan api menyala, sebuah tradisi yang selalu menghadirkan suasana sakral. Api yang memanaskan batu-batu tersebut tak hanya melambangkan kekuatan alam, tetapi juga kekuatan persatuan masyarakat Mimika yang kini bersatu di belakang pasangan Maximus-Peggi. Dengan penuh khidmat, tetua adat mengucapkan doa-doa dalam bahasa lokal, memohon berkah dan perlindungan leluhur untuk kedua calon pemimpin ini. Setiap suku yang hadir berpartisipasi dalam persiapan upacara, menunjukkan bahwa bakar batu bukan hanya milik satu suku, melainkan ritual kebersamaan seluruh masyarakat Mimika.
Di antara seluruh rangkaian prosesi, salah satu momen paling menyentuh adalah saat David Murib, seorang tokoh adat terkemuka dari Suku Damal, maju ke depan untuk menyerahkan sebuah kapak bersejarah kepada Maximus Tipagau. Kapak tersebut bukanlah kapak biasa; alat itu memiliki sejarah panjang, pernah digunakan oleh almarhum Bapak Klemen Tinal, seorang pemimpin besar yang sangat dihormati di Papua. Penyerahan kapak ini menandai kepercayaan besar masyarakat kepada Maximus untuk melanjutkan perjuangan dan kepemimpinan yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Dalam suasana penuh makna, David Murib menyampaikan pesan yang dalam: "Saya sudah asah tajamkan kapak ini, dan saat ini saya serahkan ke Kau," ujarnya dengan nada penuh rasa hormat. Momen tersebut dipenuhi oleh keheningan khusyuk, seolah semua yang hadir dapat merasakan beratnya tanggung jawab yang kini diemban oleh Maximus. Kapak ini, di tangan Maximus, bukan hanya menjadi simbol kepemimpinan, tetapi juga pengingat akan perjuangan yang harus terus dilanjutkan demi kemajuan Mimika.
Maximus Tipagau, dengan penuh rasa hormat, menerima kapak tersebut. Ia menyadari bahwa alat tersebut melambangkan amanat dari masyarakat untuk memimpin dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan hati. "Orang gunung memiliki kapak dan panah," ujar Maximus dalam pidato singkatnya. "Panah digunakan untuk berburu, sedangkan kapak untuk berkebun dan berjuang. Ini adalah tanda bahwa kita harus terus berjuang. Berjuang untuk masyarakat kita, berjuang untuk masa depan yang lebih baik."
Sorak-sorai tepuk tangan menggema di udara saat Maximus berbicara. Semua yang hadir tampak tergerak oleh kata-kata tersebut, yang menegaskan bahwa kepemimpinan bukanlah sekadar jabatan, tetapi sebuah tanggung jawab suci untuk berjuang bagi rakyat. Dalam setiap kata yang diucapkannya, Maximus menanamkan semangat perjuangan kepada masyarakat, mengingatkan bahwa jalan menuju perubahan membutuhkan kerja keras dan kesatuan hati.
Setelah penyerahan kapak, upacara bakar batu pun dilanjutkan dengan prosesi memasak bersama. Batu-batu panas yang telah membara dimasukkan ke dalam lubang tanah, diikuti dengan daging babi, umbi-umbian, dan sayuran yang disusun dengan hati-hati. Masyarakat dari semua suku yang hadir turut ambil bagian, bekerja sama menyiapkan makanan untuk dinikmati bersama. Kegiatan ini, seperti tradisi bakar batu yang telah berlangsung selama berabad-abad, adalah simbol nyata dari kebersamaan dan gotong royong. Makan bersama menjadi bagian dari upacara yang memperkuat ikatan persaudaraan di antara masyarakat.
Namun, lebih dari sekadar ritual memasak dan makan bersama, upacara bakar batu ini mengandung makna yang jauh lebih dalam. Ini adalah simbol dari harapan masyarakat kepada Maximus-Peggi untuk membawa perubahan yang nyata dan positif bagi Kabupaten Mimika. Penyerahan kapak tersebut menandakan bahwa masyarakat telah menaruh kepercayaan besar kepada pasangan calon ini, yakin bahwa mereka mampu menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, dan memperjuangkan kesejahteraan semua warga.
Melalui upacara ini, semangat persatuan di antara masyarakat Mimika terlihat sangat nyata. Mereka datang dengan satu harapan, yaitu agar Maximus-Peggi mampu membawa Kabupaten Mimika ke arah yang lebih baik. Dengan semangat kebersamaan yang kuat, masyarakat tujuh suku berharap agar pasangan ini mampu membawa perubahan yang tidak hanya bermanfaat bagi segelintir orang, tetapi merata untuk seluruh masyarakat Mimika.
Upacara adat bakar batu hari itu berakhir dengan suasana penuh syukur dan harapan. Di bawah sinar matahari yang perlahan meredup, masyarakat Mimika berjalan pulang dengan keyakinan baru. Mereka percaya, dengan dukungan dan kepercayaan yang kuat, Maximus Tipagau dan Peggi Patrisia Pattipi akan mampu memimpin Mimika menuju masa depan yang lebih sejahtera, adil, dan penuh harapan.
Dukungan penuh yang tercermin dalam upacara ini merupakan cerminan bahwa masyarakat Mimika siap menghadapi masa depan yang lebih baik di bawah kepemimpinan yang mengutamakan persatuan, perjuangan, dan pembangunan yang berkelanjutan.